PONTIANAK, TERAS INDONESIA NEWS||Dunia akademik di Kalimantan Barat kembali diguncang kabar tak sedap. Beredar pesan suara dan tulisan di media sosial serta aplikasi WhatsApp yang diduga berasal dari lingkungan internal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Pesan tersebut berisi keluhan dan kesaksian terkait perilaku seorang oknum dosen yang disebut bersikap arogan, kasar, dan melakukan tindakan intimidatif terhadap mahasiswa.
Dalam pesan yang beredar luas, dosen berinisial Dr. Fhr atau Fe disebut-sebut sebagai pihak yang diduga melakukan tindakan tidak pantas terhadap mahasiswanya. Salah satu mahasiswa bernama Pu bahkan dikabarkan menjadi korban tindakan cekikan dan intimidasi verbal. Sementara seorang dosen asisten bernama In disebut turut berada di lokasi saat peristiwa terjadi.
Rekaman suara yang diklaim diambil dari grup semester Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Pontianak kini ramai diperbincangkan dan memicu gelombang reaksi dari kalangan akademisi maupun publik.
Menanggapi situasi tersebut, Ketua Pemantau Kebijakan Publik Kalimantan Barat, Muhdianto Nugroho, menyatakan keprihatinan mendalam dan mendesak pihak kampus untuk segera mengambil langkah tegas.
Sebagai seorang dosen, seharusnya menjadi panutan moral dan teladan bagi mahasiswa. Jika benar tindakan arogan dan intimidatif ini dilakukan, maka itu sangat mencederai nilai-nilai akademik dan martabat lembaga pendidikan tinggi,” tegas Muhdianto, Sabtu (18/10).
Ia meminta Rektorat IAIN Pontianak untuk segera melakukan pemeriksaan internal secara transparan, objektif, dan tanpa pandang bulu, demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan Islam tersebut.
Kampus tidak boleh membiarkan arogansi tumbuh di ruang akademik. Bila terbukti, oknum dosen harus diberi sanksi tegas. Ini penting sebagai pembelajaran moral dan etika profesi bagi seluruh sivitas akademika,” ujarnya.
Muhdianto juga menekankan pentingnya perlindungan bagi mahasiswa yang menjadi korban maupun saksi, agar tidak takut menyampaikan kebenaran.
Mahasiswa harus merasa aman untuk bersuara. Kampus wajib menjamin perlindungan terhadap mereka, karena keberanian menyampaikan kebenaran adalah bagian dari proses pendidikan itu sendiri,” tambahnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai budaya akademik di IAIN Pontianak. Banyak pihak berharap agar insiden ini tidak berakhir di meja wacana, melainkan ditindaklanjuti dengan langkah nyata untuk mengembalikan marwah dunia pendidikan tinggi yang beretika, beradab, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Sumber: Muhdianto Nugroho
Penulis: Edi Samat
Editor: Bima


