TERAS INDONESIA KETAPANG ||Kasus hukum yang menimpa Abdul Halim (68) menuai perhatian publik. Setelah dilaporkan oleh pihak perusahaan, Halim dipanggil penyidik dan pada hari yang sama langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Kuasa hukum Halim, Ahmad Upin Ramadhan dari CPLA, menilai langkah tersebut janggal dan cacat prosedur.
Seharusnya penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memiliki minimal dua alat bukti yang sah. Pertanyaan kami, apa dasar hukum perusahaan yang melaporkan Halim? Apakah keabsahan HGU-nya sudah diverifikasi? Gelar perkara dilakukan malam hari dengan cepat, bahkan barang bukti berupa sawit yang katanya dipersoalkan justru sudah dikembalikan ke perusahaan. Halim baru pertama kali dipanggil, tapi langsung ditetapkan tersangka. Itu jelas menyalahi KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi,” tegas Ahmad.
Pihak kuasa hukum menegaskan siap menempuh praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka tersebut. Tidak hanya itu, mereka juga akan melaporkan penyidik ke Propam Polri, Ombudsman RI, hingga Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran prosedur hukum.
Kami menduga ada indikasi penyalahgunaan wewenang. Karena itu, kami menempuh jalur praperadilan sekaligus melapor ke tiga lembaga pengawas agar proses hukum berjalan objektif, transparan, dan tidak merugikan warga sipil,” tambahnya.
Menurut kuasa hukum, penetapan tersangka yang dilakukan secara serampangan bukan hanya merugikan Halim, tapi juga dapat mencederai rasa keadilan masyarakat.
Kami meminta aparat penegak hukum menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah serta menjamin hak setiap warga negara untuk mendapat perlakuan hukum yang adil,” tutupnya.
Sementara itu, seorang pengamat hukum menyoroti aspek administrasi pertanahan. Setelah menelaah surat dari Kantor ATR/BPN Ketapang, ia menyebutkan bahwa BPN tidak secara tegas menjelaskan apakah di atas lahan garapan tersebut sudah ada HGU atau tidak.
Jurnalis/Publis: Arif

