TerasIndonesiaNews.com — KETAPANG 14,November 2025
Dugaan penyimpangan besar-besaran di sektor perkebunan kembali mencuat di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Sejumlah sumber internal dan warga sekitar mengungkap indikasi bahwa beberapa perusahaan perkebunan besar diduga melakukan penanaman di luar batas Hak Guna Usaha (HGU) yang menjadi dasar legal pengelolaan lahan.
Lebih mengejutkan, praktik perluasan lahan di luar HGU tersebut diduga dilegalkan melalui program pemerintah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) — program yang semestinya ditujukan bagi masyarakat, bukan korporasi.
Modus Sistematis: Pinjam Identitas hingga Balik Nama Sertifikat
Informasi yang dihimpun menunjukkan pola kerja yang sangat rapi. Perusahaan diduga:
Meminjam identitas karyawan, pekerja lapangan, bahkan warga sekitar.
Mengurus sertifikat tanah atas nama pribadi melalui skema PTSL.
Menyatukan lahan bersertifikat tersebut dengan kebun perusahaan.
Kemudian melakukan proses balik nama kepada pemilik modal.
Dengan cara ini, lahan yang semula tampak sebagai milik perorangan sejatinya tetap berada dalam kendali perusahaan. Praktik ini disebut-sebut sudah berlangsung lebih dari satu dekade, terutama sejak PTSL digencarkan pada 2015.
Motif Utama: Perluasan Lahan dan Penghindaran Pajak
Selain memperluas penguasaan lahan, dugaan lain yang muncul adalah upaya menghindari kewajiban pajak seperti PBB-P2 hingga BPHTB. Perusahaan tetap menikmati hasil perkebunan dari lahan di luar izin tanpa menanggung beban pajak yang seharusnya—mengakibatkan potensi kerugian besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Laporan masyarakat juga menyoroti kemungkinan keterlibatan oknum:
BPN,
aparat desa,
hingga pihak perusahaan.
Mereka disebut memainkan peran dalam menerbitkan sertifikat yang tidak memenuhi syarat hukum. Dugaan pungutan liar juga muncul, meski PTSL sejatinya digratiskan pemerintah.
“Kalau dicek, sertifikatnya atas nama pribadi, tapi kebunnya satu kesatuan dengan perusahaan. Pekerja dan kebunnya jelas dikelola perusahaan. Ini permainan yang halus.”
LIRA Kalbar: Jika Benar, Ini Kejahatan Agraria
Ketua Investigasi LIRA Kalbar, Totas MRG, menegaskan bahwa pihaknya memandang serius laporan ini.
“Jika benar ada penyalahgunaan PTSL untuk kepentingan korporasi, ini merupakan bentuk kejahatan agraria yang merugikan rakyat dan daerah. PTSL adalah hak masyarakat kecil, bukan alat untuk memperluas kekuasaan perusahaan,” ujarnya.
Totas menyatakan LIRA siap:
Mengumpulkan data lapangan,
Melakukan investigasi terbuka,
Berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
“Kami tidak menuduh siapa pun, tetapi pola seperti ini harus diusut tuntas. Jika ada oknum yang bermain, proses hukum harus berjalan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pola ini berpotensi menjadi modifikasi baru mafia tanah yang memanfaatkan celah program pemerintah untuk kepentingan segelintir kelompok.
Editor : Tim Teras Indonesia News | Narasumber : Totas Lira | Penulis : Ical

